Moving Out Story!

9:06 PM


"ssreek...sreekkk"

Terdengar samar-samar suara itu lagi, kali ini mereka melewati tumpukkan kertas di sudut meja kerjaku. Bayangan hitam kecil terlihat melewati lantai mencoba mendekatiku.

Mereka terbang ke arahku! 

Terkejut, keringat dingin di tanganku, lalu aku menangis. Ingin teriak dengan kencang namun takut membuat gempar seisi gedung. 

Malam itu, sekitar jam 23.30, aku tidak bisa tidur, lalu menelfon ibuku yang ternyata belum tidur dan menceritakan keluh kesahku perihal serangan kecoa itu.

Aku benci terlihat lemah menghadapi makhluk yang ukurannya tidak lebih dari 10 cm itu. Tapi benda tersebut mampu menganggu pikiranku belakangan ini. Aku tidak tahu kenapa mereka jadi sering muncul, mungkin karena suhu udara di Bali memasuki periode yang sangat panas dan lembab. 

Namun sepertinya dugaanku mengarah pada kamar yang aku tinggali ini. Dosa apa yang telah aku lakukan sampai harus menghadapi kesialan menghuni kamar yang dihantui ratusan kecoa.

Suatu hari waktu tengah malam, makhluk itu muncul dalam mimpiku. Tidak cukup ya kalian menggangguku di kehidupan nyata, kali ini kalian menginvasi dalam mimpi. 

Oke ini sudah keterlaluan, sepertinya aku mulai gila. Anak se-positive vibes ini mentalnya harus dirusak oleh makhluk kecil terbang itu. 


Trigger warning! Potret dokumentasi yang sangat mengganggu, saat aku dibantu oleh bapak security yang juga ketakutan mengusir koloni kecoa. Benda kecil yang jumlahnya sudah tidak kecil itu. Aku bersumpah jumlahnya lebih banyak dari ini karena mereka tinggal di dalam furniture kayu dalam kost yang kondisinya sudah tua dan seharusnya diganti. Jadi seberepa besar usahaku buat membunuh mereka, tidak ada gunanya. 

At this point, I am the only one who would pass out from inhaling too much bug spray.

Jangan tanya sudah berapa kali aku komplain terkait fasilitas kost yang rusak atau serangan kecoa yang tidak hanya sekali. Sepertinya staff gedung ini sudah bosan mendengar keluh kesahku sampai akhirnya mereka suruh aku menerima saja. Kecewa, padahal biaya sewa di tempat ini cukup mahal. Bahkan per-bulan Mei ini, pemiliknya menaikkan lagi harga sewa kost tersebut tanpa ada upgrade fasilitas.

Sedikit khawatir kalau kecoa ini ternyata menjadi salah satu yang berkontribusi dalam penurunan kesehatanku beberapa bulan terakhir. Demi kesehatan mental dan tubuh karena hewan tersebut adalah sumber penyakit, aku putuskan untuk segera mencari tempat tinggal baru dengan segera. 

Jujur mencari tempat tinggal di Bali saat ini seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami, susahnya minta ampun. Ditambah lagi harga sewa yang naik gila-gilaan semenjak covid usai. 

Aku sangat selektif kalau menyangkut masalah tempat tinggal sebab lingkungan akan mempengaruhi tingkat produktivitas dan juga habit yang akan membentuk karakter jangka panjang. Di rumah aku tidak hanya tidur dan mandi, tapi aku juga masak, bekerja, bisa dibilang hampir 80% semua aktivitasku bergantung di dalam ruangan, di luar jam kantor. 

Long story short, setelah kurang lebih 2-3 bulan aku mencari kost. Berbagai cara sudah aku lakukan, seperti mencari melalui sosial media tiktok, facebook, website, meminta rekomendasi dari kenalan, hingga mencari secara langsung. Hasilnya tidak ada yang berjodoh denganku, kalaupun ada harganya sangat mahal, dan kalaupun murah biasanya waiting list berbulan-bulan.

perjuangan mencari kost beberapa bulan terakhir

Beruntungnya, saat aku sudah sangat desperate dalam hidup dan ingin menerima saja takdirku tinggal di tempat penuh kecoa, tiba-tiba aku menemukan satu tempat tinggal yang sepertinya nyaman, dikelilingi banyak tanaman hijau, berlokasi di daerah Seminyak, yang masuk dalam budget dan juga sesuai dengan lifestyleku tanpa waiting list! Semoga yang kali ini lebih sehat ya lingkungannya.

***

"Yah pindah lagi ya" sambil menghela nafas dalam. 

Lima menit aku memberi waktu untuk mengucapkan kata perpisahan ke sudut rumah kecil yang sudah menjadi bagian dari perjalananku menemukan rumah versiku. 


terima kasih kepada bapak-bapak go pick-up yang mempermudah proses barang pindahanku yang sangat banyak di malam hari

Pertama menuju ke kamar mandi, dengan segudang keluh kesahku terhadap air shower yang debit airnya sangat kecil atau jet shower yang sering mati. Kemudian ke arah barat, ada dapur kecil tempat aku memasak, tidak ada udara dan ventilasi, membuat seisi kamarku terkadang penuh kepulan asap jika memasak. 

Dapur tanpa ventilasi itu, di sebelahnya terdapat kamar mandi yang juga tidak ada ventilasi karena exhaustnya rusak. Bisa dibilang pertukaran udara dalam kamar kost ini sangat buruk. Aku menyesal baru keluar saat kesehatanku mulai terganggu.

Lalu masuk ke area kamar, tempat ternyaman untuk jiwa introvertku. Tempat aku melakukan segala aktivitas, merangkai satu demi satu mimpi yang aku bawa dari rumah orangtuaku lalu aku tulis dan tempel di dinding. Kemudian tidak lupa aku mencabut kumpulan postcard penuh kenangan itu untuk dipindah ke rumah yang baru. 


meja kerja tempat ternyamanku yang sudah tidak menjadi aman lagi karena kecoa-kecoa tersebut mulai suka kemari



Aku duduk di ujung kasur berukuran queen size yang sebenarnya terlalu besar untuk diriku yang mungil ini sebelum meninggalkannya. Terakhir aku menutup pintu sliding yang tidak pernah aku buka sepenuhnya itu, menuruni anak tangga dan melewati kolam renang kost yang cuma pernah aku coba dua kali ini.




Aku benci dengan kata perpisahan. Dibalik cerita keluh kesah yang berkepanjangan itu, ada rasa sedih meninggalkan tempat yang pernah menjadi zona nyamanku selama hampir satu tahun ini.  Tak terhitung sudah berapa kali aku mengalami momen pindahan sedari kecil, namun setiap tempat yang pernah singgah dalam hidupku selalu punya tempat spesial tersendiri. 


masakan yang aku buat di rumah lama!

Menginjak usia kepala tiga, mendefinisikan arti rumah masih menjadi suatu hal yang sulit untukku. Bisa jadi karena pengaruh kehidupanku yang nomaden ini. Seru dan menyenangkan mengenal dan mempelajari lingkungan yang baru juga bertemu orang-orang baru. Namun disatu sisi, sense of belonging akan suatu tempat sulit aku rasakan.

Eh tapi bukannya memang hidup seperti itu ya, kita harus siap dengan segala bentuk perpisahan dan menerima dengan tangan terbuka segala bentuk pertemuan yang sudah diatur sedemikian rupa oleh Tuhan, sebagai pengingat kalau hidup adalah tentang pertemuan dan perpisahan.

Perpisahan ini adalah salah satu petualangan di episode selanjutnya dalam hidup yang harus aku nikmati dan sambut dengan penuh semangat!

Tidak ada rumah yang sempurna, 

for me home is homemade. 

Perasaan nyaman dan hangat tercipta dari pengguna rumah itu sendiri. Bagaimana si penghuni mengisi kekosongan tersebut dengan cerita dan cita-cita, sehingga membuat tempat yang asing menjadi rumah yang hangat dan aman untuk beristirahat saat lelah menghadapi hiruk pikuk tuntutan dunia.

Winda is signing out

Terima kasih karna sudah pernah menjadi bagian dari cerita petualangan Winda menemukan rumahnya.

Sampai bertemu dengan cerita yang baru di rumah yang baru! 







You Might Also Like

0 komentar